61 PASANGAN NIKAH MASSAL

Sebanyak 61 pasangan suami istri mengikuti nikah massal di Gelora Pancasila, Rabu (28/ 5) sore. Acara yang diprakarsai Pemkot Surabaya ini batal dihadiri Walikota Bambang DH. Nikah massal pasangan berbagai agama (Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha) diresmikan Asisten I Walikota Drs. Soewito.
Acara dimulai dengan parade pengatin, sekitar pukul 18.30 wib. Di antara pasangan yang dinikahkan massal itu berasal dari Jateng, Halmahera dan berbagai daerah lain di Jatim namun sudah cukup lama bermukim di Surabaya.
Setelah parade mereka langsung dinikahkan di depan penghulu untu yang beragama Islam. Sedang pasangan yang memeluk agama Kristen, Katolik, Hindu dan Budha juga dilakukan dengan tata cara agama masing-masing. Pengantin beragama Islam tercatat 40 pasang, Kristen 14 0rang, Katolik 4 orang, Hindu 2 orang dan Budha 1 orang.
Acara nikah massal ini diprakarsai Yayasan Pondok Kasih yang bekerjasama dengan Pemkot Surabaya yang tengah menjalankan rangkaian kegiatan dalam rangka menyambut HUT ke-710 Kota Surabaya.
Ketua Yayasan Pondok Kasih Hana Ananda menjelaskan, acara perkawinan pasangan dengan berbagai agama juga dimaksudkan untuk menciptakan kerukunan antar umat beragama di Surabaya. Acara pernikahan massal ini diramaikan atraksi musik jalanan dan tarian dari One Ministry Malang dan musik sholawat. Setelah acara doa bersama tokoh agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha acara ditutup dengan lagu khas daerah Surabaya, di antaranya Rek Ayo Rek.


BERGAUN EROPA HINGGA CUMA BERKAOS

Cinta ternyata bisa menyatukan perbedaan agama, warna kulit maupun suku bangsa. Ini yang tergambar pada acara Pernikahan Massal Terpadu Lima Agama (Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha) di Gelora Pancasila beberapa hari yang lalu.
Pernikahan massal yang diselenggarakan Dinas Kependudukan Surabaya, Depag Surabaya bekerjasama dengan Yayasan Sosial Pondok Kasih serta Paguyuban Mitra Pasukan Kuning ini diikuti oleh 61 pasangan yang berasal dari berbagai latar belakang.
Dengan raut wajah penuh kegembiraan ke-61 pasangan itu mengikuti seluruh acara yang salah satunya untuk menyambut hari jadi ke-710 Surabaya ini. Seperti pasangan David Santoso dan Ay Djing yang merupakan satu-satunya pasangan Budha pada pernikahan massal ini mengaku sangat senang. “Bisa sama-sama dengan yang lain sehingga acaranya jadi istimewa,” terang pasangan yang sudah dua tahun menjalin hubungan asmara ini.
Bukan hanya mereka yang masih muda saja yang mengikuti pernikahan. Winarsih dan Sukardi yang tinggal di kawasan jalan Arjuna ini sudah menginjak usia setengah abad ketika harus meresmikan hubungan suami-istri. “Usia Bapak sudah 50 tahun, dan saya 40 tahun,” terang Winarsih dengan malu-malu.
Meski menikah secara massal mereka berdandan dan menggunakan busana pernikahan layaknya upacara perkawinan reguler. Bagi kaum wanita yang berasal dari Jawa mengenakan kebaya lengkap dengan sanggulnya. Sedangkan prianya memakai beskap dengan blankonnya. Yang menggunakan gaun pengantin ala Eropa berwarna putih untuk mempelai wanita dan jas hitam untuk prianya.
Tetapi ada juga pasangan yang hanya mengenakan busana santai sehari-hari. Namun sang mempelai wanita berdandan lengkap. “Ini tadi kesusu, pengumumannya baru dapat tadi siang. Jadi ndak sempat nyewa baju,” terang Sumiran yang hanya mengenakan kaus oblong ini.

Previous | Index | Next | Print artikel