Keaslian Masjid Ampel Ada di 16 Tiang Utama


Masjid Ampel didirikan pada tahun 1421 oleh Raden Mohammad Ali Rahmatullah alias Sunan Ampel dengan dibantu kedua sahabat karibnya, Mbah Sholeh dan Mbah Sonhaji, dan para santrinya. Di atas sebidang tanah di Desa Ampel (sekarang Kelurahan Ampel, red.) Kecamatan Semampir –sekitar 2 kilometer ke arah Timur Jembatan Merah-- Sunan Ampel selain mendirikan Masjid Ampel, juga mendirikan Pondok Pesantren Ampel. Cuma sayangnya, ihwal kapan selesainya pembangunan Masjid Ampel ini, tidak ada catatan tertulis yang menyebutkannya.
Kemudian, siapa yang meneruskan mengelola keberadaan Masjid Ampel ini sampai sekarang? Secara formal, Masjid Ampel ini ditangani nadzir yang baru dibentuk sekitar awal tahun 1970-an. Yang pertamakali bertindak sebagai nadzir Masjid Ampel ini adalah, almarhum KH Muhammad bin Yusuf dan diteruskan oleh KH Nawawi Muhammad hingga tahun 1998. Nah, sepeninggal KH Nawawi Muhammad (1998) hingga sekarang ini nadzir Masjid Ampel belum resmi dibentuk. Yang ada sekarang adalah pelanjut nadzir yang dijabat oleh KH Ubaidilah. Adapun Ketua Takmir Masjid Ampel adalah, H. Mohammad Azmi Nawawi.

Perawatan Masjid
Seperti lazimnya masjid-masjid besar, Masjid Ampel selalu dijaga dan dirawat kebersihannya. Apalagi, keberadaan Masjid Ampel ini terbilang merupakan peninggalan sejarah. Bukti-bukti peninggalan bersejarah Masjid Ampel yang sekarang masih tampak terawat adalah, terdapat pada 16 tiang utama masjid yang terbuat dari kayu jati. Ke-16 tiang tersebut, masing-masing panjangnya 17 meter dengan diameter 60 centimeter.
Pembangunan pertamakali masjid yang terletak di Desa Ampel (sekarang Kelurahan Ampel) ini seluas 120 x 180 meter persegi. Berikutnya, dilakukan beberapakali renovasi hingga adanya sekarang ini. Namun, meski renovasi terus dilakukan, keaslian bangunan masjid yang ditandai dengan ke-16 tiang utamanya itu tetap dipelihara dan dirawat, agar jangan sampai turut direnovasi. Sebab, untuk ukuran teknolgi dizaman awal abad 15 itu, bahwa pengangkatan ke-16 tiang utama masjid dengan panjang 17 meter dan berdiameter 60 centimeter tersebut, kini masih dalam tahap penelitian.
Kini, sehari-hari Masjid Ampel hampir tak pernah sepi pengunjung dari dalam dan luar kota, bahkan luar propinsi dan luar pulau. Kegiatan yang ada, selain shalat jama’ah 5 waktu secara rutin dan pengajian, juga diramaikan dengan kegiatan belajar mendalami bahasa arab di Lembaga Bahasa Arab program non-gelar yang berlokasi di gedung samping timur masjid.
Yang menarik lagi dari Masjid Ampel adalah, suasana kehidupan para pedagang di sekitarnya yang nyaris seperti dalam suasan di Makkah. Disamping kanan-kiri serta muka-belakang Masjid Ampel banyak para pedagang yang berjualan makanan ala arab. Mulai dari beragam buah kormanya, nasi kebuli sampai kue roti maryam.
Ingin melihat suasana kehidupan kampung arab di tanah air, silahkan datang ke Masjid Ampel.*(IB)

Previous | Index | Next | Print artikel